Dua Sisi Idulfitri: Kebahagiaan, Kerinduan, dan Kehilangan

Idulfitri selalu menjadi momen yang dinantikan umat Islam sebagai perayaan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Hari istimewa ini menghadirkan kebersamaan, kesucian, dan kebahagiaan. Keluarga berkumpul, kue-kue lebaran tersaji di meja, serta suara takbir bersahut-sahutan dari satu masjid ke masjid lainnya. Namun, di balik kemeriahan tersebut, ada sisi lain yang sering luput dari perhatian: kerinduan, kesepian, dan kehilangan.

Rindu yang Menyelinap di Tengah Kebahagiaan Idulfitri

Orang rela menempuh perjalanan jauh untuk bertemu keluarga dan merasakan kembali kehangatan rumah setelah tidak lagi mereka rasakan ketika merantau. Namun, tidak semua orang mendapatkan kesempatan yang sama. Sebagian orang memilih untuk bertahan di perantauan karena tidak bisa pulang dan terpaksa merayakan Idulfitri seorang diri. Ada pula yang harus merasa puas dengan sekadar panggilan video untuk melepas rindu.

Lebaran yang seharusnya penuh tawa dan kehangatan karena berkumpul bersama keluarga justru bagi sebagian orang menjadi momen refleksi. Seorang anak yang kehilangan orang tuanya, orang tua yang kehilangan anaknya, atau seseorang yang kini hanya bisa mengenang kehadiran keluarga mereka tanpa bisa saling menyapa langsung. Meskipun terdengar suara bersautan menggema merayakan hari kemenangan dan banyak hidangan khas tersaji, suasana tersebut tidak lagi sama. Suara yang akrab terdengar—memanggil, membentak, menyapa ataupun bertanya— kini tidak lagi terdengar. Ada ruang kosong dalam hati yang sulit tergantikan. Namun, dalam kerinduan itu, doa terus mengalir agar rindu tersebut terbayarkan oleh pertemuan yang abadi di Surga-Nya.

Menemukan Makna Idulfitri di Tengah Kehilangan

Lebaran mengajarkan bahwa kehilangan bukan akhir dari kasih sayang, melainkan bentuk cinta yang hadir dalam wujud berbeda—doa. Ziarah ke makam menjadi tradisi untuk mengenang keluarga yang telah pergi, mengirimkan doa dan membersihkan pusara, sehingga menghadirkan kehangatan dalam hati meskipun tidak lagi bisa bertemu lagi secara fisik.

Idulfitri juga mengajarkan makna kehilangan yang lebih luas. Kasih sayang tidak selalu hadir dalam bentuk nyata, dan kebahagiaan tidak selalu tampak dalam tawa. Terkadang, kebahagiaan hadir dalam doa, kenangan, dan ketulusan hati untuk tetap bersyukur atas apa yang masih dimiliki.

Maka dari itu, bagi mereka yang masih bisa berkumpul dengan keluarga, momen ini adalah sebuah anugerah yang patut dirayakan. Bagi mereka yang harus merayakan dalam kesepian, tetap percaya bahwa cinta dan doa tak mengenal jarak maupun dunia.

Selamat Idulfitri 1446 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *