

Pernah nggak kamu mikir, “Andai aku bisa bayar kuliah nanti setelah kerja?” Nah, kabar baiknya, pemerintah lagi nyiapin skema student loan yang konsepnya persis begitu. Apasih student loan itu? Student loan adalah pinjaman Pendidikan yang telah menjadi sorotan utama dalam upaya mendukung mahasiswa mewujudkan impian pendidikannya. Konsep ini melibatkan sistem pinjaman pendidikan yang memungkinkan mahasiswa mendapatkan dana untuk pendidikan mereka. Dulu Indonesia pernah punya Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI), jadi wacana student loan di Indonesia bukanlah hal baru.
Bayar Setelah Punya Penghasilan Tetap
Salah satu keuntungan dari skema student loan 2025 adalah kamu bisa membayar biaya kuliah setelah punya penghasilan tetap. Artinya, kamu tidak perlu langsung melunasi biaya pendidikan saat masih kuliah. Pembayaran baru dimulai ketika kamu sudah bekerja dan memiliki gaji yang cukup, sehingga beban finansial saat kuliah bisa lebih ringan.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie, bilang kalau nanti mahasiswa cuma wajib nyicil pinjaman setelah punya penghasilan di atas batas tertentu. Contohnya, kalau gaji kamu per tahun udah lewat Rp54 juta (sekitar Rp4,5 juta per bulan), baru deh cicilan mulai jalan. Supaya aman, pemerintah juga siapin asuransi buat mengurangi risiko gagal bayar. Pemerintah perlu mempertimbangan kebijakan skema student loan dengan mempertimbangkan keterjangkauan pinjaman agar tidak memberatkan mahasiswa dan mencegah potensi masalah yang muncul di negara lain, seperti yang terjadi di Amerika Serikat.
Rencana Peluncuran: Agustus–September 2025
Kemdiktisaintek berencana menerapkan skema ini pada Agustus atau September 2025. Nggak cuma Kemdiktisaintek, tapi juga bakal melibatkan:
- Perbankan akan menyediakan pinjaman, mirip kredit usaha rakyat (KUR).
- LPDP akan membayar bunga dan premi asuransi ke mahasiswa.
- Kemdiktisaintek akan mengatur, mengawasi, dan menjadi penjamin.
Bagaimana Mekanismenya?
Ada dua jenis utama sistem pinjaman pendidikan: pinjaman hipotek dan pinjaman berbasis pendapatan. Kemendikbudristek akan menerapkan skema pinjaman berbasis pendapatan.
Pinjaman hipotek itu kamu membayar pinjaman kuliah setelah lulus, biasanya dengan cicilan tetap tiap bulan. Risikonya, kalau gaji kamu kecil, cicilan bisa jadi beban. Model ini umum di AS, Kanada, Filipina, dan Thailand.
Pinjaman berbasis pendapatan beda lagi. Kamu baru bayar kalau gaji sudah di atas batas tertentu, dan cicilannya menyesuaikan kemampuan. Australia, Swedia, Inggris, dan Jerman menerapkan sistem pinjaman ini.
Melalui student loan pemerintah merancang skema ini untuk membantu mahasiswa yang butuh dana kuliah tanpa harus pusing memikirkan cicilan selama masih belajar. Prosesnya sederhana: mahasiswa mengajukan pinjaman ke bank, lalu LPDP menanggung bunga tetap (fixed rate) di awal pinjaman. Kemudian, mahasiswa membayar cicilan yang akan dipotong dari gaji setiap bulan setelah mahasiswa menyelesaikan pendidikannya dan mulai bekerja.
Belajar dari Sejarah
Konsep student loan atau pinjaman pelajar sudah ada sejak ratusan tahun lalu. University of Bologna di Italia pertama kali memperkenalkan skema ini, lalu Universitas Paris, Oxford, dan Cambridge mengadopsinya. Pada abad ke-20, pemerintah di berbagai negara mulai menerapkan sistem ini secara nasional; Kolombia memelopori pada 1951, lalu Australia mengikutinya pada 1989.
Di Indonesia, konsep ini pernah hadir lewat Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI) pada 1982. Mahasiswa semester akhir bisa meminjam dana lewat Bank BNI dengan bunga 6% per tahun, dan bank menahan ijazah sebagai jaminan. Mereka membayar cicilan maksimal 10 tahun dengan menyisihkan 20% gaji. Sayangnya, banyak peminjam mangkir membayar, sementara lapangan kerja terbatas, sehingga pemerintah menghentikan program ini pada 1990.
Apakah Indonesia Siap?
Bukan cuma siap punya skema student loan, tapi siap memastikan lulusannya nggak berakhir jadi “sarjana pengangguran” yang terjebak utang. Idenya terdengar keren__ kuliah dulu, bayar belakangan. Tapi kenyataan di lapangan? Banyak yang lulus, lalu terseret ke arus kerja serabutan atau malah nganggur.
Data BPS bilang pengangguran terbuka memang turun tipis. Tapi jangan lupa, jumlah penganggur secara absolut naik, dan mayoritas pekerja ada di sektor informal. Artinya? Gaji nggak tetap, slip gaji nggak ada, dan potongan cicilan otomatis yang dibayangkan pemerintah jadi nggak mungkin jalan.
Kalau pasar kerja kita masih seperti ini, study loan berpotensi jadi bom waktu. Lulusan kuliah terancam jadi generasi yang hidup dari gaji ke gaji atau bahkan tanpa gaji sambil dikejar kewajiban bayar utang yang nggak pernah benar-benar bisa dilunasi.
Kita bisa belajar dari sejarah Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI) yang gagal karena banyak penerimanya memilih menunggak. Bukan karena nggak mau bayar, tapi karena sistemnya nggak siap menghadapi realitas ekonomi. Dan kalau sekarang kita mengulang pola yang sama, jangan kaget kalau hasilnya pun akan sama.
Kalau rencana ini beneran jalan, kamu memang punya opsi baru buat kuliah tanpa harus langsung keluar biaya besar di awal. Tapi ingat, pinjaman itu tetap utang. Beda dengan beasiswa, utang harus dibayar kembali. Makanya, sebelum ambil student loan, pastikan kamu benar-benar paham semua syarat, cara pembayarannya, dan risiko kalau nanti penghasilan kamu nggak sesuai harapan. Jangan cuma mikir “yang penting bisa kuliah dulu”, tapi pikir juga “apakah aku bisa bayar nanti?”.
Student loan seharusnya jadi jalan memudahkan akses kuliah, bukan menjerumuskan kamu ke siklus utang jangka panjang yang bikin hidup setelah lulus malah lebih berat. Jadi, bijaklah sebelum memutuskan. Dengan skema ini, mahasiswa bisa bayar kuliah setelah punya penghasilan tetap, sehingga beban saat kuliah jadi lebih ringan.